Industri Fintech Garap Pasar yang Belum Terlayani Perbankan

SuaraHeadline.com Jakarta – Industri fintech Indonesia menggarap pangsa pasar kelas bawah yang belum terjangkau perbankan. Masyarakat dari kehidupan para petani, nelayan, pengrajin perlu diberikan bantuan akses permodalannya.

Apalagi dengan tumbuh pesatnya perkembangan industri teknologi finansial tidak terlepas dari potensi pasar dalam negeri yang sangat besar. Pengguna internet di Indonesia telah mencapai 132,7 juta pada awal 2019, hampir separuh jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 265,4 juta jiwa.

Industri fintech lending dianggap mampu membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia karena bisa menjangkau masyarakat yang belum terlayani perbankan.

Menurut Otoritas Jasa Keuangan (0JK), potensi pasar fintech lending terbesar adalah masyarakat unbankable seperti petani, nelayan, pengerajin, dan sebagainya.

Riset Bain & Company dengan Google dan Temasek yang berjudul Fulfilling its Promise – The Future of Southeast Asia‘s Digital Financial Services menyebutkan bahwa ada 92 juta penduduk dewasa di Indonesia belum tersentuh layanan finansial atau perbankan. Jumlah tersebut lebih dari separuh total penduduk dewasa yang mencapai 182 juta jiwa.

Sementara itu, data resmi pemerintah menunjukkan bahwa lebih dari 74 persen dari total 64 juta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia belum bisa mengakses pembiayaan dari perbankan. Keadaan ini menciptakan gap pembiayaan hingga lebih dari USD1.000 triliun, menurut Bl.

Kondisi tersebut juga menghambat banyak UMKM untuk bisa berkembang dan meningkatkan peranan mereka di dalam perekonomian nasional. Hingga 2018, kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia mencapai 60,34 persen dan telah menyerap 116,73 juta tenaga kerja atau 97 persen dari total angkatan kerja nasional.

lnovasi yang dihadirkan industri fintech lending diharapkan menjadi solusi untuk membuka akses bagi kelompok underserved dan UMKM. Dengan menyasar sektor produktif seperti pertanian, perikanan, pendidikan, UMKM, dan sebagainya, pelaku bisnis fintech lending diharapkan akan membawa manfaat besar untuk mendorong pemerataan ekonomi nasional.

Oleh karena itu, dalam TechXchange kali ini, Finmas mengangkat tema Fintech Lending with Purpose – Unique Case Models, yang membahas tentang potensial target pasar para pelaku industri fintech lending. Karena melihat besarnya potensi pasar Indonesia, tentu menjadi penting bagi perusahaan Enansial teknologi untuk mengenal karakteristik target marketnya agar produk yang diluncurkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

“Transformasi gaya hidup dan teknologi yang semakin terjangkau adalah kunci pendorong perubahan. Perusahaan fintech lending bisa bergerak dinamis berkat inovasi dan diferensiasi bisnis yang memungkinkan mereka memperkuat daya saing dan menguasai pasar,” ujar Rainer Emanuel, Head of PR & Corporate Communications Finmas.

Selanjutnya, perusahaan fintech lending sebaiknya memiliki program komunikasi dan edukasi yang baik untuk mendapat kepercayaan konsumen. “Kolaborasi adalah sebuah keharusan agar dapat terus berkembang dan bisa merespon kebutuhan konsumen,” jelas Rainer.

Untuk mengulas sejumlah pendekatan unik dari para pemain industri fintech nasional dalam melayani lebih banyak masyarakat Indonesia, Finmas turut mengundang Lutfia Aisya selaku Business Administration Lead di TaniFund, Wong Budi Setiawan selaku CEO Edufund, Tommy Yuwono sebagai co-founder Pintek, Annisa Fauzia merupakan Head of Communication & Business Partnership Mekar, serta Dani Lihardja, CEO Danamas.

Posted by admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *