SuaraHeadline.com Jakarta – Persatuan Nasional Aktivis 1998 (PENA 98) menolak Calon Presiden (Capres) menodai Hak Azasi Manusia (HAM). Oleh karena, dapat merusak tatanan demokrasi di Indonesia.
“Kami Menolak Capres Pelanggar HAM,” tegas Anggota Pena 98, Mustar Bona Ventura di Jakarta,
Menurut dia, bahwasanya pemimpin Indonesia harus bersih dari catatan kelam pelanggaran HAM dan dosa-dosa masa lalu. Oleh karena itu, keterkaitan bahkan keterlibatan Capres dalam kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu akan menjadi contoh buruk bahkan ancaman bagi masa depan demokrasi, negara dan rakyat Indonesia.
“Kami tidak ingin, anak-anak kami harus mengalami peristiwa-peristiwa berdarah, penculikan, intimidasi, teror dan penindasan serta pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia lainnya yang terjadi di masa lalu,” ujar Mustar.
Lanjut dia, pihaknya juga tidak sudi, bangsa ini mengotori sejarahnya dengan membenarkan pelanggar HAM terbebas dari hukuman dan bahkan dibiarkan menjadi pemimpin di negeri ini.
“Kami tidak mau, masa depan bangsa ini harus diserahkan ke tangan orang yang berlumuran darah saudaranya sendlri. Kami ingin, anak-anak kami generasi muda saat ini bisa mewarisi negeri yang mampu memberikan keadilan, menegakkan HAM dan terbebas dari mimpi buruk masa lalu,” ucap Mustar.
Selain itu, ungkap dia, dirinya juga menolak bila ada Capres menjadi tuan tanah. Bahwasanya pemimpin Indonesia tuan bukanlah dari segelintir orang yang menguasai lahan untuk kepentingan sendiri di tengah kemiskinan jutaan orang lainnya.
Dengan Tuan-tuan tanah, menurut Mustar, dapat mengkooptasi lahan negara dan menguasainya untuk kepentingan pribadi tidaklah layak menjadi Capres di negeri ini.
“Kami yakin, ketika seorang Tuan Tanah dibiarkan menjadi peminpin di Republik Indonesia, maka ketamakan dan kehausannya akan harta serta kekuasaan akan semakm merajalela,” tutur Mustar.
Kontestasi politik pada pilpres kali ini sejatinya menurut dia, pertarungan politik masa Ialu dan masa kini. Masa lalu menampilkan orang-orang yang terkait erat dengan Cendana, menantu hingga mantan jongos Cendana. Yang ingin mengembalikan kejayaan keluarga Cendana dengan mengusung jargon-jargon Orde Baru.
“Sementara masa kini adalah generasi milenial yang anti terhadap korupsi dan kolusi, generasi yang anti menghalalkan segala cara dalam kekuasaan,” sebut Mustar.
Dia menjelaskan, ketika Keluarga Cendana berkuasa di era Orde Baru, banyak sekali mempraktekan kekuasaan otoriter melalui kebiiakan pemerintah seperti Legalisasi judi melalui SDSB, Pembredelan Media Massa, Pembungkaman suara mahasiswa sampai dengan penguasaan ekonomi melalui praktek korupsi, kolusi dan Nepotisme.
Serta banyak Iagi praktek kejahatan ekonomi yang dilakukan keluarga Cendana melalui tangan negara di masa pemerintahan 0rde Baru.
“Untuk itu, kami sepakat PENA 98 DKI JAKARTA bersepakat tetap mendukung Calon Presiden dan Wakil Presiden 2019 yang bukan bagian dari masa Ialu, bukan pelanggar HAM dan Tidak bagian dari Keluarga Cendana. Calon yang kamn usung mempunyai komitmen terhadap cinta-citaa perjuangan kami dalam agenda Reformasi 98. Calon pemimpin itu ada pada pasangan no urut 01 Joko Widodo-KH.Mahruf Am‘m,” tutur Mustar.