Hadapi Kejahatan Ransomware Dengan Bangun Kerja Kolaboratif Antar Perusahaan dan Lembaga

SuaraHeadline.com Jakarta – Banyak perusahaan dan lembaga kita terkena serangan kejahatan Ransomware. Pelbagai data dibobol untuk kepentingan pelaku. Pelakupun berbalik melakukan ancaman dengan meminta bayaran bila tak mau data dirusak. Sayang, kita tak memiliki sistem keamanan siber yang kuat. Kerugian yang dialami institusi dan korporasi sangat besar.

Indonesia menjadi target tertinggi ransomware di dunia oleh pelaku kejahatan siber. Mengapa, karena semua orang tahu, sistem keamanan siber Indonesia sangat lemah. Pertanyaan kita, kenapa hal itu bisa terjadi dan bagaimana kita mengatasinya.

Pada kenyataan, begitu gampang pelaku kejahatan meretas sistem keamanan siber kita di Indonesia. Mereka mengobrak-abrik sistem kita dengan pelbagai tujuan. Sistem keuangan negara kita pun dibobol dan membuat kita kebingungan dan merugi secara besar-besaran.

“Sistem keamanan siber kita masih sangat lemah, mudah diterobos orang. Kita sudah saatnya membenahi sistem kita. Untuk itu, sudah tak boleh lagi kita kerja sendiri-sendiri, apalagi menutup-tutupi kasus Ransomware yang menimpa sistem keuangan dan data kita di tiap lembaga dan perusahaan,” ujar Dr. Pratama D. Persadha, Pakar Siber dan Chairman CISSRec dalam webinar bertajuk “Fighting Ransomware In Digital Economic Era” yang digelar oleh Infobank dan provider solusi IT Akamai Technologies di Hotel Ayana MidPlaza, Jakarta, Selasa (18/10/2022).

Menghadapi persoalan ini, menurut Pratama Persadha, tak mungkin kita bekerja sendiri-sendiri dalam menghadapi serangan siber. Dia mengingatkan hal itu, karena belum tentu sistem keamanan kita steril.

Sebaliknya, mungkin saja sister keamanan siber kita lemah. Itu terbukti dari banyak pengalaman kita dan data kita yang dibobol, seperti terlihat pada peringkat keamanan siber Indonesia yang masuk dalam kategori lemah.

Kegagalan kita adalah kita masih suka bekerja sendiri-sendiri. Masalah yang kita alami dianggap tabu bila diinformasikan kepada sesama kita. Akibatnya, kita menderita sendirian dan secara keseluruhan sistem keamanan siber kita terus diserang sehingga terjadi anomali.

Selama kita masih bekerja sendiri-sendiri, selama itu pula kita selalu menghadapi persoalan terancam oleh heker. Jalan terbaik adalah kita membangun kerja sama, kolaboratif, membangun forum untuk mendiskusikan pelbagai masalah ransomware, dan mencari solusi bersama. Sudah lama orang tahu sistem keamanan siber kita lemah.

Sistem keuangan kita harus bisa dibuat kolaboratif. Bila yang satu kena ransomware, informasi itu harus bisa dibagikan kepada perusahaan lain. Tidak bisa lagi kita menutup-tutupi kasus seperti itu, dengan maksud apapun. Semakin lama kita bekerja sendirian, semakin banyak kasus ransomware menimpa perusahaan dan lembaga kita.

“Belum tentu sistem kita ini steril. Kita harus saling komunikasi kalau ada anomali,” tutur Pratama Persadha.

Kebocoran data telah banyak terjadi. Namun ada banyak cara untuk mengamankan sistem keuangan kita dari kejahatan siber. Tak cukup masalah ini dihadapi dengan solusi teknologi.

Selain teknologi, dua faktor lain yang perlu diperhatikan adalah “people” dan proses. Kita sering mengeluarkan banyak uang untuk beli teknologi, sementara upaya untuk upgrade tenaga kita masih kurang diperhatikan. Ini sisi lemah korporasi dan institusi kita.

Menurut Pratama, minimal kita semua harus sadar dulu bahwa sistem keamanan siber kita di Indonesia menjadi incaran pelaku kejahatan siber karena sistem kita belum aman.

Pilihan menggunakan teknologi yang baik dalam membangun keamanan siber, bukan karena harganya mahal, melainkan sistem yang tepat dan kuat menghadapi ancaman ransomware.

Posted by admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *