Bayang-bayang Stunting dan Gizi Buruk Imbas Corona

SuaraHeadline.com Jakarta – Pandemi Covid-19 yang berdampak pada perekonomian sangat terlihat dari banyaknya pekerja yang dirumahkan atau diberhentikan hingga pemerintah memprediksi bakal terjadi lonjakan angka pengangguran dan kemiskinan.

Dalam skenario terberat saat pandemi, jumlah warga miskin diperkirakan bisa bertambah 3,78 juta orang dan pengangguran bertambah 5,23 juta orang.

Sangat dikhawatirkan, kondisi demikian hampir dipastikan berdampak terhadap prevalensi stunting, yang merupakan prioritas program kerja pemerintah.

Pakar kebijakan publik Agus Pambagio menyayangkan perhatian pemerintah terhadap stunting dan gizi buruk yang teralihkan akibat Covid 19.

“Yang harus disadari, stunting ini dampaknya 30 tahun mendatang. Saat dunia makin kompetitif, anak-anak yang hari ini tidak cukup gizinya akan semakin terbelakang,” ujar Agus, dalam diskusi media yang berlangsung melalui video conference, Selasa (19/5).

Menurutnya, penanganan stunting dan gizi buruk seharusnya tidak lantas terhenti akibat pandemi. Sebab dapat tetap dilakukan melalui pemberian makanan tambahan (PMT) dan program bantuan pangan yang lebih tepat sasaran.

Tepat sasaran yang dimaksud Agus bukan hanya penerima, namun juga komposisi isinya harus memenuhi kebutuhan gizi anak dan keluarga.

“Sekarang di dalam bantuan pangan atau sembako, ada produk tinggi kandungan gula seperti susu kental manis. Ini kan tidak tepat diberikan kepada masyarakat apalagi nanti jadi konsumsi anak-anak. Jadi saya harap hindari memasukan makanan yang tidak baik untuk pertumbuhan,” tegasnya.

Senada dengan Agus, dokter anak Dr. dr. Tubagus Rachmat Sentika, Sp.A, MARS mengakui sudah lumrah bagi masyarakat Indonesia menerima sembako berisi berbagai produk instan, termasuk susu kental manis.

“Sekilas, bantuan ini terlihat meringankan masyarakat. Namun bila diperhatikan, bantuan untuk masyarakat dengan komposisi tersebut belum tentu meringankan beban keluarga. Saya sebagai dokter anak prihatin dengan adanya kental manis di dalam bansos, karbohidratnya lebih dari 46%. Ini dilarang dan nggak boleh untuk anak dibawah 18 tahun,” ujar dokter anak yang akrab disapa Rachmat ini.

Ia pun mengritik terhadap kebijakan pemerintah dimasa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang mengurangi pelayanan kesehatan dasar seperti posyandu,puskesmas, dan poliklinik hingga ikut mengurangi program-program upaya kesehatan masyarakat (UKM).

UKM ini seharusnya nggak boleh berhenti karena menyangkut program prioritas, salah satunya adalah stunting. Bayangkan, sudah ada 8 juta orang stunting, dan angka ini yang akan kita hadapi usai pandemi. Refocussing anggaran akibat pandemi seharusnya diluar program-program prioritas pemerintah,” jelasnya.

Menjawab persoalan di atas, dr. RR. Dhian Probhoyekti SKM, MA, Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan RI mengatakan upaya penanganan stunting tetap dilakukan dengan protokol Covid 19.

“Sosialisasi dan sebaran informasi melalui media sosial tetap dilakukan dan monitoring kesehatan dan gizi anak secara virtual. Selama ini kami juga melakukan edukasi kepada masyarakat tentang pesan gizi seimbang yaitu pangan manis asin dan berlemak, termasuk mengenai bantuan sosial kalau ada yang berisi susu kental manis ya bukan buat balita, bukan juga untuk minuman tunggal,”jelas Dhian.

Posted by admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *