Setelah di Revisi UU Pemberantasan Korupsi, KPK Jadi Alat Kepentingan Oknum

SuaraHeadline.com Jakarta – Beberapa kalangan mengkhawatirkan, atas pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan lahirnya revisi Undang-Undang KPK yang telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atas pengajuan dari pemerintah. Hal tersebut menyebabkan kewenangan dalam pemberantasan korupsi telah dikebiri, terutama terhadap pasal penyadapan yang melalui Dewan Pengawas.

“Jadi KPK sudah menjadi alat kepentingan oleh oknum-oknum-nya, sudah menjadi ladang basah untuk orang-orang yang punya kepentingan di situ. Kalau memang KPK niat dan ada kemauan untuk berantas korupsi, maka pencegahan utamakan,” kata Aktivis Anti Korupsi, yang juga Ketua Gerakan Penyelamat Harta Negara Republik Indonesia, Madun Hariadi seusai Forum Diskusi bertema “KPK Dibajak ???” di Gedung Joang 45 Jakarta, Kamis (26/9/2019) lalu.

Dari awal dibentuknya KPK untuk menghilangkan korupsi yang akut dan sekarang ini, menurut dia, sudah banyak mengalami perubahan yang justu melegalkan korupsi yang dilindungi oleh kekuasaan. Sehingga banyak oknum-oknum yang bertindak seperti perampok dengan menggunakan fasilitas negara. Ia mencontohkan dengan merampas harta orang atau aset orang tanpa ada kejelasan.

Madun menjelaskan, misalnya OTT (operasi tangkap tangan) yang dilakukan kepada Bupati. Menurut dia, Bupati itu pasti tidak sendirian dalam korupsi, tentunya ada runtutannya seperti Kepala Dinas yang ikut diperiksa kemudian banyak aset-aset yang disita tanpa sepengetahuan publik, tapi yang diblow up itu hanya proses OTT Bupati-nya saja.

“Padahal dalam proses itu kan banyak saksi. Jadi saya melihatnya sudah kritis, KPK sudah tidak murni lagi kerjanya dalam pemberantasan korupsi,” ujar Madun dihadapan ratusan peserta yang sebagian besar para mahasiswa dari berbagai Kampus se Jabodetabek pada Diskusi yang diselenggarakan oleh Komite Mahasiswa Muslim Indonesia bekerja sama dengan Fata Institute.

Madun menambahkan, yang paling mencolok yaitu meskipun telah terpantau oleh LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) untuk mengontrol kinerja KPK, namun KPK merasa tidak menyalahi aturan dan tidak merasa menyalahi prosedur seperti mendatangi tersangka bahkan selalu dicari pembenarannya.

Oleh karena itu, kata Madun, KPK sekarang sedang dalam kondisi kritis. Menurutnya, meskipun Undang-Undang dan pimpinan KPK diganti tidak akan membawa dampak terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia.

“Kalau saya bicara berdasarkan data dan pengalaman yang sudah saya lalui. Jadi ini sudah dalam kondisi kritis, mau ganti seribu kali pimpinan KPK tidak akan membawa dampak apapun. Jadi sudah terlalu banyak yang menunggangi kepentingan di KPK, sudah keruh KPK sekarang,” kata Madun.

Sedangkan di internal KPK, menurut Madun, sekarang hanya ada dua makhluk yakni iblis dan manusia. Jadi ada manusia yang hatinya sudah seperti iblis, tapi juga ada manusia yang masih lurus-lurus saja tapi tidak berdaya.

“Ini saya mengalami sendiri bagaimana perilaku mereka. Saya pernah mengungkap kasus jual beli anggaran di salah satu kementerian, inikan seharusnya Menteri dan Dirjen menjadi tersangka, saya protes tapi malah saya yang dibidik, dijebak. 10 tahun lebih saya dituduh. Inikan aneh, dapat penghargaan tidak tapi saya dituduh KPK. Pasalnya tidak penuhi malah diubah menjadi Pasal 378, pasal inikan penipuan, siapa yang saya tipu, mestinya kan ada proses,” ungkap Madun.

Sementara itu, Anggota DPR RI dari Fraksi Nasdem yang juga menjadi nara sumber, Teuku Taufiqulhadi menyatakan, bahwa langkah DPR dalam mengesahkan revisi UU KPK merupakan hal yang tepat dan benar. Menurutnya, ini merupakan upaya untuk memperbaiki dan menguatkan KPK secara kelembagaan negara, bukan melemahkan.

“Yang mengatakan KPK sudah dilemahkan adalah sebuah upaya provokasi yang menyesatkan,” kata Taufiq sapaan akrabnya.

Sementaran itu, Kurnia Ramadana dari Indonesia Corruption Watch menyatakan, ketidaksetujuannya terhadap revisi UU KPK. Adapun hal-hal yang menjadi catatan ICW yaitu ketidaksetujuannya terhadap pembentukan Dewan Pengawas, pengaturan mengenai penyadapan, diberikannya kewenangan SP3, serta mengenai status kepegawaian di KPK.

Posted by admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *