Denny JA: Sulit Rumuskan Cendekiawan Ideal di Zaman yang Sudah Berubah

SuaraHeadline.com Jakarta – Saat ini zaman sudah berubah. Persepsi soal kepentingan publik dan nilai-nilai humanisme universal juga tidak lagi tunggal, sehingga kita semakin sulit merumuskan peran cendekiawan yang ideal.

Hal itu diungkapkan Denny JA, Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia, SATUPENA, dalam Webinar Obrolan Hati Pena #27 di Jakarta, Kamis malam (24/2). Diskusi yang diselenggarakan oleh SATUPENA itu dipandu oleh Elza Peldi Taher dan Amelia Fitriani.

Denny menanggapi isu peran cendekiawan dalam politik. Dalam karya Julien Benda (1927), “Pengkhianatan Kaum Intelektual,” cendekiawan sering disalahkan ketika terjadi krisis sosial. Cendekiawan dianggap tak lagi memperjuangkan kepentingan publik dan lebih memilih pilihan politik jangka pendek.

Namun, dalam perspektif masa kini, Denny menunjukkan, intelektual yang memilih masuk ke dalam kekuasaan tidak bisa dibilang berkhianat. Karena “policy advisor” sudah menjadi profesi baru dan banyak universitas yang memang melahirkannya.

Dunia juga mengalami spesialisasi. Akademisi murni yang hanya tertarik membangun teori, atau menulis di jurnal, tidak juga bisa dikatakan berkhianat.

Apalagi paham tentang kepentingan publik (public interest) itu bisa berbeda-beda, bahkan bertentangan. “Ada paham liberal versus konservatif. Paham yang pro Hak Asasi Manusia (HAM) universal versus HAM Islam. Dan di belakang semua itu adalah kaum intelektual,” kata Denny.

Bisa juga terjadi, pertentangan intelektual versus intelektual. Misalnya, dalam isu pindah ibukota negara, ada intelektual yang mendukung dan ada yang kontra. “Yang mana yang berkhianat?” ujar Denny.

Posted by admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *