SuaraHeadline.com Jakarta – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) Provinsi Nusa Tenggara Timur, Frengky Saunoah meyakini proses hukum terhadap kasus dugaan penganiayaan yang dilakukan rombongan Bupati TTU terhadap warga di Desa Ponu, Kecamatan Biboki Anleu, dapat berjalan sesuai dengan hukum yang berlaku. Ia pun optimis Polres TTU dapat menangani kasus ini secara profesional.
“Saya percaya Polres bisa memproses kasus ini secara profesional. Tentu saya berpandangan karena ini sudah ditangani Polres maka biarlah kita memberi kepercayaan Polres untuk memproses ini dan kita yakin dan mengharapkan Polres secara profesional menegakkan hukum kasus ini,” kata Frengky ketika dihubungi, Selasa (25/12/2018).
Pernyataan tersebut ia sampaikan ditengah kekhawatiran masyarakat mengenai penuntasan kasus ini. Banyak masyarakat yang menilai bahwa Polres TTU tidak akan mampu menuntaskan kasus ini dan menuntur agar dilimpahkan ke Polda NTT.
Ia mengatakan, usai libur Natal dan Tahun Baru, DPRD akan melakukan pertemuan dengan Polres. Dikatakan bahwa masyarakat berharap agar ada kepastian hukum dalam kasus ini.
“Terkait ini kita menunggu proses hukum biar berjalan dulu karena DPRD belum bisa bersikap atas sesuatu yang belum punya kekuatan hukum tetap. Tentu masyarakat mengharapkan ada kepastian hukum terhadap proses ini, sehingga setelah libur ini kita akan bertemu Polres,” kata Frengky.
Sementara itu Saksi mata dalam kejadian ini, seusai diperiksa Satreskrim Polres TTU , Marselinus Manehat bercerita awal mula terjadinya aksi pemukulan itu didahului dengan saling dorong antara Bupati TTU dengan warga bernama Yoakim Ulu Besi. Dikatakan, awalnya rombongan atau warga dari arah SP 1 berpapasan dengan rombongan Bupati. Beberapa menit kemudian, Yoakim Ulu datang dan menanyakan keadaan saat itu.
“Lalu Pak Bupati tanya ke Ulu ‘kau siapa, kau ini sebagai apa’, terus Pak Bupati kejar Ulu, Ulu menghindar terus dan minta maaf. Terus Pak Bupati karena cape, dia katakan kamu hanya lihat saja kan, terus langsung respon salah satu stafnya yang baju batik, dia pegang leher Ulu dan pak Ulu minta maaf,” katanya.
“Terus ajudan atau siapa saya tidak tahu, pakai kemeja merah, dia taro tangannya ke leher dan banting pak Ulu. Lalu Eto, anaknya Pak Ulu datang, terus Pak Bupati samperin Eto. Kemudian Eto menghindar tapi terus Pak Bupati tampar muka dia,” lanjutnya.
Saksi lainnya, Gabriel Manek bercerita bahwa Bupati TTU kemudian memerintahkan stafnya untuk membawa Ulu ke kantor polisi.
“Kalau saya dengar Pak Bupati perintahkan bawa, tangkap Ulu ke kantor polisi. Lalu ajudannya ambil sikap tangkap Ulu, langsung jatuhnya ke aspal. Terus mungkin Sespri (sekretaris pribadi) nya injak dia. Ulu hanya minta maaf,” kata Gabriel.
Sementara itu, Bupati TTU Raymundus Sau Fernandes terus membantah mengenai penganiayaan yang dilakukan dirinya terhadap Yoakim Ulu Besi. Ia mengatakan justru telah terjadi penghadangan oleh Ulu Besi terhadap dirinya dan ia langsung memerintahkan ajudannya melapor ke Polisi.
“Itu tidak benar dan itu dia (saksi) sudah karang cerita karena tidak ada pengeroyokan,” katanya.
Dalam kasus ini, media cetak nasional , online maupun medsos memberi atensi , di medsos banyak masyarakat berharap agar kasus ini diambil alih oleh Polda NTT. Misalnya saja akun Tong Kho ZONK @bangArnov mengatakan “Sebaiknya memang jangan di Polres, yg dilaporkan kan Bupati. Orang yg paling berkuasa di TTU. Harus Polda NTT yg turun.”
Akun Rutledge Sluman @54cnsluman juga berkata, “Setuju. Proses hukum Bupati TTU yg aniaya warga, harusnya oleh Polda NTT. Biar lebih adil dan transparan.”
Dukungan serupa juga disampaikan akun Soedarmadi @a_soedarmadi yang berkomentar, “ini harus diambil alih oleh Polda NTT. Polres bisa mudah kemasukan angin. La itu bupatinya yg tersangka loh.”
Akun joy kasava @joykasava, “Nah setuju. Untuk dorong pak Polda TTU mengusut tindak pidana yg d lakukan Raymundus #ProsesHukumBupatiTTU”