Sekarga Minta Pemerintah Benahi Garuda

IMG_20180502_172157-310x183

Suaraheadline.com Jakarta – Serikat Pekerja PT Garuda Indonesia Bersatu (Sekarga) yang terdiri dari Serikat Karyawan PT Garuda Indonesia (GIAA) dan Asosiasi Pilot Garuda meminta, Presiden Joko Widodo dan Menteri BUMN Rini Soemarno selaku pemegang saham GIAA untuk melakukan pembenahan. Hal tersebut dikarenakan kegagalan dalam permasalahan kondisi keuangan perusahaan.

“Semenjak adanya Direktur Marketing dan Teknologi Informasi (IT) Garuda, dalam membuat strategi penjualan produk terlihat adanya penurunan rata-rata harga jual tiket penumpang,” kata Ketua Umum Sekarga, Ahmad Irfan Nasution di Jakarta, Rabu (2/5).

Irfan juga meminta pemerintah untuk segera melakukan restrukturisasi jumlah direksi GIAA dari 8 orang menjadi 6 orang.

”Delapan direksi itu sangat boros. Ada beberapa direksi yang tumpang tindih (kewenangan),” ujar Irfan.

Irfan mengaku, saat ini pihaknya sudah melayangkan surat kepada Presiden Jokowi dan Menteri BUMN. Upaya ini dilakukan setelah komunikasi yang dilakukan kepada manajemen tidak mendapat respon. Direksi terkesan menjaga jarak dengan mereka.

Penambahan Direktur Produksi, Servis, dan Kargo dianggap berlebihan. Penambahan Direktur Produksi membuat keputusan tumpang tindih dengan Direktur Operasi dan Direktur Teknik. Untuk divisi kargo sendiri, SEKARGA yakin ini tak efisien.

Alasan mereka, GIAA tidak punya pesawat flyers untuk kebutuhan kargo. Inovasi ini tidak hanya tidak memberi keuntungan, tapi juga tak signifikan buat pos pemasukkan GIAA.

Irfan menjelaskan, bahwa dalam perusahaan penerbangan dunia hanya lazim ada 6 direksi yakni, Direktur Utama, Direktur Teknik, Direktur Operasi, Direktur Komersial, Direktur Keuangan, dan Direktur Personalia.

“Garuda sudah rugi (malah) menambah direksi. Ini menurut kami sangat tidak tepat,” imbuh Irfan.

Cutting cost yang diterapkan GIAA juga dinilai sporadis, tanpa skala prioritas, dan tak tepat sasaran. SEKARGA sendiri mendukung efisiensi pada tubuh perusahaan plat merah ini. Alih-alih efisiensi, cutting cost justru menggerogoti citra GIAA sebagai maskapai bintang lima.

Irfan mencontohkan problem lain. Sebelumnya di tiap kota untuk kelas eksekutif ada lounge pengambilan bagasi. Saat ini hanya ada dua lounge pengambilan bagasi, yakni di Jakarta dan Denpasar. Selain itu, pengurangan pemberian permen hingga air hangat kepada penumpang juga terjadi.

Puncak masalah terjadi perubahan sistem penjadwalan crew yang diimplementasikan pada November 2017, sehingga menyebabkan sejumlah pembatalan dan penundaan penerbangan mencapai puncaknya pada awal Desember 2017.

“Hal ini masih terjadi hingga saat ini. Penanggung jawab dalam hal ini adalah Direktur Marketing dan IT,” tegas Irfan.

Mengetahui tentang penerbangan GIAA yang sering mengalami delay dan terjadi berbagai persoala tersebut, namun Sekarga belum berkeinginan untuk mengambil keputusan mogok.

“Mogok ini sesuatu yang kami hindari, tapi kami sudah mengeluhkan ini pada Pak Jokowi, tapi sampai saat ini kami belum mendapat tanggapan. Kelangsungan Garuda masih tetap berjalan dan belum pada keputusan pada mogok. Tujuan kami biar pemerintah mendengar suara-suara yang terdengar dari aspirasi yang disampaikan ini. Jangan sampai Garuda seperti Merpati. Agar ada perhatian ke pemerintah, kami siap berdialog dengan pemerintah atas kondisi yang ada,” tukasnya.

Posted by admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *