Suaraheadline Jakarta – Sampai pada periode akhir Oktober 2016, pertarungan politik menuju kursi “DKI 1” berlangsung semakin dinamis. Kendati masih unggul, elektabilitas kandidat petahana mengalami penurunan signipikan. Hasil jajak pendapat INDOCON menunjukan bahwa elektabilitas pasangan Ahok-Jarot tergerus hingga mencapai 30, 1% – jauh merosot dibandingkan dengan hasil sejumlah lembaga sigi pada periode September-Oktober (awal) dengan proyeksi tingkat keterpilihan untuk pasangan petahana sebesar 32 hingga 45 persen. Sementara itu di kelompok penantang, elektabilitas pasangan Anies-Sandi tertahan di 21,6% dan secara mengejutkan, pasangan Agus-Sylvie “menyodok” dengan raihan dukungan sebesar 26,4%. Namun demikian, masih terdapat sekitar 22% mayarakat Jakarta yang belum terbuka dengan pilihannya.
Hasil survei juga mengkonfirmasi tingkat kemantapan pilihan sebagian besar masyarakat (60,1%) yang menyatakan kecil kemungkinan atau tidak akan berubah. Dukungan yang relatip solid ini terrefleksi pada masing-masing pasangan kandidat, dimana rata-rata kemantapan pilihan berada di selang 60 hingga 70 persen. Hal ini menggambarkan relatip kuatnya basis dukungan dan loyalitas pemilih ketiga pasangan kandidat.
Sebagaimana diketahui, Pilkada Jakarta juga diwarnai oleh kontoversi terkait pemimpin “Islam-Non Islam” dan pemimpin dari “etnis minoritas”. Masyarakat Jakarta terbelah pendapatnya menggapi hal ini. Namun demikian, kepemimpinan olwh etnis minoritas dapat lebih di terima dibandingkan kepemimpinan beda agama. Hal ini ditunjukkan oleh proporsi pendapat yang lebih besar dari masyarakat (62,6%)yang menganggap kepemimpinan oleh etnis minoritas tidak menjadi masalah. Sementara untuk kepemimpinan beda agama, simpangan pwndapat masyarakat relatip sama kuat :antara mereka yang menganggapnya bukan masalah(43, 2%)dan sebaliknya (48, 4%) lainnya yang menganggab hal ini menjadi masalah.
Pendapat yang terbwlah mengenai “kepwmimpinan beda agama” terkonfirmasi dalam sikap politik masyarakat. Mereka yang tidak aetuju dengan keharusan pemimpin beragama Islam cenderung mendukung petahana. Sebaliknya, yang setuju dengan pemimpin beragama Islam cenderung menyalurkan dukungannya terhadap pasangan penantang, baik Agus-Sylvie maupun Anies-Sandi. Sementara untuk kepemimpinan etnis minoritas, sikap masyarakat lebih moderat. Di antara para pemilih penantang, bahkan, sebagian besar (> 50%) adalh mereka yang tidak mempersalahkan isu etnis minoritas sebagai pemimpin.
Terkait dengan proyeksi elektabilitas masing-masing pasangan kandidat, karena tidak ada yang melampaui 50% lebih syarat penentuan pemenang, Pilkada dimungkin akan berjalan dua putaran. Hasil survei menunjukan skenario”head to head” diantara pasangan kandidat jika putaran kedua berlangsung, para penantang berpotensi mengungguli petahana.Skenario pertama, jika putaran kedua menyisakan pasangan Ahok-Jarot dan Agus-Sylvie, maka pasangan penantang ini berpotensi unggul 50,4% berbanding 32%. Demikian juga jika Pilkada putaran kedua menyisakan pasangan Ahok-Jarot dan Anies Sandi sebagai skenario kedua. Pasangan Anies-Sandi sebagai penantang juga berpotensi mengungguli pasangan petahana dengan raihan 46,3% berbanding 35,5%. Dengan demikian, jika pilkada berlangsung dua putaran, sepertinya memang akan menjadi “mimpi buruk” bagi petahana.
Survei mewakili masyarakat DKI Jakarta usia dewasa (17 tahun atau sudah menikah) . Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara tatap muka terhadap 575 responden(dari 600 responden yang direncanakan). Responden ditentukan proporsional terhadap proyeksi jumlah pemilih DKI Jakarta yang tersebar di lima wilayah Provinsi DKI Jakarta (Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Jakarta Pusat dan Kepulauan Seribu), sepenuhnya dipilih melalui acak bertingkat( multistage random sampling) . Margin of error diperkirakan sebesar +/-4,03% pada tingkat kepercayaan 95%. Pengumpulan data berlangsung pada tanggal 18s/d 30 Oktober 2016. (Bud)