Suaraheadline Jakarta – Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) mengakui, berlarutnya pembahasan revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (Migas) Nomor. 22 tahun 2001 dari adanya berbagai kepentingan dalam meliberalisasi sektor migas. Namun sebaliknya HTI menyarankan pengelolaan migas dikembalikan kepada negara lewat tangan BUMN.
Mengingat sejak dibatalkannya beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Migas oleh Mahkamah Konstitusi di tahun 2012, pembahasan revisi UU tersebut tidak kunjung selesai.
Juru Bicara HTI Ismail Yusanto mengatakan, beberapa pasal dalam UU Migas No.22 Tahun 2001 yang dibatalkan terdapat di Pasal 9, Pasal 10, yang mendudukkan posisi BUMN dan badan usaha swasta sama rata dalam kegiatan usaha hulu dan hilir.
“Padahal kalau kita ingin migas ini memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada rakyat maka negara harus hadir, nah kehadiran negara ini diwakili oleh BUMN,” kata Ismail Yusanto di kantornya di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (21/4).
Disektor hulu, menurut Ismail, asing telah menguasai hingga 80%. Pertamina sebagai BUMN milik negara dengan UU tersebut dibiarkan berebut bahkan bergelut dengan asing untuk bisa mengelola migas di negerinya sendiri, sehingga posisi Pertamina yang tidak lagi menjadi single operator dalam pengelolaan industri hulu migas di tanah air.
Ibaratnya, negara sebagai bapak justru mengharuskan Pertamina sebagai anaknya untuk bergelut dengan anak orang asing yang lebih besar.
“Berbeda sekali dengan sebelumnya, di mana Pertamina bekerja di seluruh wilayah dari hulu sampai hilir. Kalau dikatakan Pertamina dulu korupsi, ini bukan persoalan Pertamina korup atau tidak efisien, ini persoalan negara. Kalau Pertamina korup itu yang harus dibereskan, bukan jadinya disama dudukkan dengan badan usaha swasta,” tutur Ismail.
Ismail menambahkan, tentang liberalisasi di sektor hilir migas yang sudah terjadi saat ini, di mana harga Bahan Bakar Minyak (BBM) telah dilepas ke mekanisme pasar.
“Yang kurang ajarnya, ketika harga minyak tinggi pemerintah menaikkan BBM yang katanya sesuai harga keekonomian. Tapi begitu harga minyak turun, mereka tidak turunkan harga BBM. Sekarang ini harga Premium sebenarnya Rp 3.500 tapi kenapa masih manteng di sekitar Rp 7.000,” ungkap dia.
HTI yang turut melakukan judicial review UU Migas ke MK mengusulkan dalam pengeloan sumber daya alam di Indonesia harus berprinsip pada kepentingan rakyat. “Minyak bumi dan gas itu merupakan sumber daya yang melimpah sehingga masuk dalam kategori milik umum yang harus dikelola oleh negara agar hasilnya dapat dikembalikan ke publik,” ucap Ismail.
Tentang pengelolaan sumber daya alam menurut Islam, Ismail pun menceritakan sebuah hadits di mana Nabi Muhammad SAW menarik kembali sebuah tambang garam dari seseorang yang meminta dan awalnya diberikan tambang tersebut oleh Rasulullah.
“Rasulullah SAW menarik kembali pemberiannya, padahal Rasulullah melarang untuk menarik kembali pemberian, tetapi hari itu ia menarik kembalipemberiannya,kisahnya. Karena seharusnya itu barang menjadi milik umum bukan pribadi,” tandasnya.